Selasa, 13 Juli 2010

GURU HONORER DIANGKAT CPNS?

JAKARTA — Guru honorer yang mengajar sebelum tahun 2005 boleh mulai bersiap diri melakukan verifikasi data di Badan Pusat Statistik (BPS) yang rencananya digelar mulai Juli hingga September 2010. Verifikasi data ini diperlukan agar guru honorer tersebut dapat diangkat statusnya sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tanpa tes dengan kualifikasi dan syarat tertentu.  Hal tersebut disampaikan Direktur Profesi Pendidik, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Achmad Dasuki, Selasa (29/06) di Jakarta. Penyataan tersebut disampaikannya saat berdialog bersama perwakilan guru-guru honorer yang tergabung dalam Komite Guru Bekasi (KGB), Komite Aksi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Sosial (NGO KAMMPUS), Forum Komunikasi Tata Usaha (FKTU), dan Rumah Diskusi Guru (Rumdis).
 ”Pengangkatan guru non-PNS menjadi CPNS tanpa tes merupakan komitmen para wakil Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer yang tercecer, terselip, dan tertinggal ini,” ujar Dasuki yang didampingi Kepala Pusat Informasi dan Humas, M. Muhadjir.
 Ia menjelaskan bahwa setiap guru berstatus bukan PNS yang mengajar sebelum tahun 2005 berhak mendapatkan kenaikan status menjadi CPNS asalkan memenuhi kualifikasi dan syarat tertentu. “Dia mengajar terus menerus tanpa putus, memenuhi 24 jam mengajar per minggu, diangkat oleh pejabat yang berwenang, serta penghasilannya dibiayai oleh APBN dan APBD,” papar Dasuki.
 Namun, ia mengingatkan, guru yang telah melakukan verifikasi data dan dinyatakan lulus, tidak dapat diangkat sekaligus dalam tahun yang sama. Ini disebabkan terbatasnya anggaran yang pemerintah miliki. “Jadi, memang guru harus sabar. Kami tidak mungkin mengangkat sekaligus guru yang berstatus honorer itu menjadi CPNS. Prosesnya harus bertahap,” tegas Dasuki.
 Kepala Biro Kepegawaian Kemdiknas, Mashuri Maschab yang juga hadir sebagai narasumber dalam dialog tersebut menjelaskan bahwa meskipun lulus dalam verifikasi, namun apabila tidak memenuhi ketentuan batas umur maksimum, maka guru tersebut tidak bisa diangkat sebagai CPNS. Namun, berdasarkan kebijakan pemerintah, guru yang tidak diangkat sebagai CPNS berhak atas kebijakan pendekatan kesejahteraan.
 Mashuri menjelaskan dengan ketentuan tersebut, maka guru itu tetap mengajar dengan statusnya sebagai honorer tetapi mendapat perhitungan kesejahteraan tertentu. Ia mengungkapkan bahwa guru yang tidak lolos verifikasi akan dikembalikan pada pemerintah daerah. “Pemerintah daerah berkewajiban memberikan gaji di atas UMR (upah minimum regional),” tegasnya.
 Ia juga menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya peraturan mengenai otonomi daerah, maka kebijakan pendidikan di tingkat dasar dan menengah, termasuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi kewenangan pemerintah daerah. “Jadi, kami tidak berwenang mengangkat guru. Itu sepenuhnya kewenangan pemerintah daerah,” ujar Mashuri.
 Saat berdialog tersebut, perwakilan guru honorer asal Kota Bekasi, Jawa Barat ini menyuarakan sejumlah sikap, di antaranya mendorong peningkatan kesejahteraan dan status bagi pada pendidik dan tenaga kependidikan yang berstatus honorer di sekolah negeri. Selain itu, mereka juga mendukung percepatan pembubaran Ditjen PMPTK dan menyambut baik pembentukan tiga direktorat pengganti Ditjen PMPTK.
 ”PMPTK tidak mengakomodasi guru honorer di sekolah negeri untuk sertifikasi padahal kami memenuhi 24 jam mengajar per minggu dan telah mengabdi selama belasan tahun. Kami ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, namun tidak diberikan kesempatan yang sama,” kata Ketua Komite Guru Bekasi (KGB), Abdul Rozak.
 Menanggapi hal itu, Dasuki menjelaskan bahwa berdasarkan peraturan penggunaan dana APBN, dana tersebut tidak boleh dipakai membiayai aktivitas non-permanen. Itu sebabnya, kata Dasuki, pemerintah tidak dapat memberikan sertifikasi kepada guru yang masih berstatus honorer. “Kalau menyertifikasi guru honorer, berarti kami menyalahi aturan,” tegas Dasuki.
 Ia juga menambahkan bahwa permasalahan tercecernya guru honorer di daerah akibat pengangkatan yang dilakukan sepihak oleh Kepala Sekolah. Untuk itu, mulai tahun 2014, Kepala Sekolah yang masih mengangkat tenaga honorer, maka Surat Keputusan pengangkatan dirinya sebagai Kepala Sekolah akan langsung dicabut. “Kami harus tegas, agar permasalahan ini tidak terjadi lagi,” katanya.

RPP Khusus Pengangkatan Tenaga Honorer Ditarget 1 Bulan

JAKARTA - Rapat Kerja Gabungan Komisi II, VIII, dan X dengan Menpan, Mendiknas, Menag, Menkeu, Mendagri, dan Menkes menyepakatai pembentukan Panja Gabungan untuk merinci keputusan politik DPR dan pemerintah, terkait menyelesaikan proses pengangkatan tenaga honorer yang tersisa dan menjadi permasalahan selama ini.

“Keputusan politik DPR yang disetujui semua komisi dan fraksi di DPR adalah, dalam waktu satu bulan, RPP khusus untuk mengakomodir seluruh tenaga honorer harus sudah diselesaikan oleh Pemerintah,” kata Jazuli Juwaini di sela Rapat Gabungan (25/1/2010).

“Untuk proses itu, DPR bersama Pemerintah, sepakat untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) yang akan merinci klasifikasi tenaga honorer yang akan diangkat. Namun secara prinsip, DPR menegaskan bahwa seluruh tenaga honorer yang tersisa, termasuk guru honorer di lembaga pendidikan swasta (dibiayai no-APBN/APBD), dengan pertimbangan jasa dan pengabdian, mereka harus diangkat,” lanjut Jazuli menjelaskan.

Menurut Anggota Komisi VIII DPR ini, kebijakan pengangkatan honorer yang berlarut dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya, sesungguhnya juga karena kelemahan pemerintah.

“Tahun 2005 Pemerintah menggulirkan kebijakan ini. Sekitar 900 ribuan tenaga honorer di berbagai bidang akan diangkat secara bertahap sampai dengan 2009. Namun kebijakan ini tidak didukung dengan database yang baik. BKN mengandalkan data dari BKD dan selalu diperbaiki setiap tahun, sehingga data tenaga honorer menjadi  membengkak. Belum lagi perilaku kolutif pejabat yang memasukkan orang-orang dekat dan kerabat. Akumulasi dari semua itu, masih banyak tenaga honorer yang akhirnya tercecer dan tidak terangkat sebagaimana dijanjikan,” papar Jazuli panjang lebar.

Atas permasalahan tersebut, menurut Jazuli, DPR RI mengambil ketetapan dan memerintahkan kepada pemerintah untuk segera menuntaskan pengangkatan seluruh tenaga honorer secepatnya. Kerangka legalnya dalam bentuk PP ditarget harus selesai dalam sebulan.

Menkeu dan Mendagri tidak Hadir
Pembukaan Raker Gabungan yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, sempat diwarnai hujan interupsi perihal ketidakhadirian Menkeu, Mendagri, dan Menkes. Sebagian Anggota Dewan meminta penundaan rapat karena pengangkatan tenaga honorer terkait erat dengan anggaran dimana Menkeu yang mengambil keputusan. Namun Jazuli Juwaini menyatakan secara tegas meminta rapat tetap dilanjutkan dan Menteri yang tidak hadir harus mengikuti keputusan Raker Gabungan karena keputusan bersifat mengikat.

Jazuli berpendapat bahwa rapat kerja gabungan seperti ini bukan baru sekali ini, tetapi sudah kesekian kalinya, namun hasilnya belum ada. “Kasihan kalau ribuan tenaga honorer yang menanti kepastian nasibnya harus menunggu-nunggu lagi. Sekarang saja kita lanjutkan Rapatnya dan kita ambil keputusan serta mengikat Menteri yang tidak hadir,” kata Jazuli lantang yang disambut tepuk tangan para penonton sidang yang sebagian besar tenaga honorer. 

H. Jazuli Juwaini, MA
Anggota Komisi VIII DPR RI
No. Anggota A-63

PENDATAAN GURU HONORER

Guru honorer, yakni guru dan tenaga kependidikan yang diangkat dan gajinya dibayar oleh sekolah, mulai 2010 akan didata ulang sebagai persiapan pengangkatan. Saat ini jumlah guru honorer di sekolah negeri adalah sekitar 250.000 orang.
Ketua Umum Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia (FTHSNI) Ani Agustina, Senin (27/7), mengatakan, FTHSNI telah melakukan pertemuan dengan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, awal Juli lalu. Dari pembicaraan itu, ada peluang untuk mengangkat guru honorer di sekolah negeri menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), tetapi perlu peraturan pemerintah yang baru.
Selain itu, diperoleh informasi, perlu pendataan ulang guru honorer sekolah dan pendataan akan dilakukan mulai 2010. ”Buat kami, tidak masalah ada pendataan ulang lagi. Namun, yang diperlukan sekarang, payung hukum soal adanya jaminan pengangkatan,” ujar Ani.
Dalam pertemuan FTHSNI di Magelang, Jawa Tengah, akhir pekan lalu, perwakilan dari 250.000 guru dan tenaga administrasi honorer di sekolah negeri di seluruh Indonesia mendesak supaya pemerintah tidak lagi mengulur-ulur rencana pengangkatan guru honorer. Hal itu karena kesejahteraan guru honorer sekolah sangat memprihatinkan, ada yang gajinya hanya Rp 50.000 per bulan.
Belum Ada Kepastian
Ani Agustina mengatakan, hingga kini belum ada kepastian waktu guru honorer sekolah diangkat sebagai CPNS dan PNS.
”Padahal guru honorer sekolah tidak sembarangan diangkat sekolah, mereka itu diseleksi dan sekolah melaporkannya ke dinas pendidikan setempat. Adanya guru honorer itu karena terjadi kekurangan guru di sejumlah sekolah,” ujarnya.
Yang terjadi saat ini di beberapa tempat, justru jam mengajar guru honorer dikurangi agar guru tetap berstatus PNS bisa mengajar 24 jam per minggu. Mengajar 24 jam per minggu ini penting sebagai syarat mendapatkan sertifikasi.
Ketua Forum Guru Honorer Indonesia, sekaligus Ketua Serikat Guru Jakarta, Supriyono mengatakan, selama ini guru honorer menerima honor dari pihak sekolah.
”Saat ada iuran sekolah, dana masyarakat sebagian besar untuk tambahan kesejahteraan guru, termasuk membayar guru honorer. Sekarang, dengan adanya biaya operasional pendidikan (BOS) dan larangan iuran, kendala terutama adalah pembayaran tidak rutin dan tidak tepat waktu,” ujarnya.
Pencairan BOS yang kerap tidak tepat waktu menyebabkan guru-guru honorer terkadang telat menerima honor mereka. Tidak seperti guru berstatus PNS yang menerima gaji bulanan, pendapatan para guru honorer tersebut sangat bergantung pada dana dari sekolah.
Seperti dikatakan Eni, guru honorer di sebuah SDN di Cakung, Jakarta Timur, jumlah honor mengajarnya 24 jam per minggu sebesar Rp 830.000 per bulan. Namun, pembayaran honor tersebut sering terlambat. (INE/ELN)

Sumber : KOMPAS